Korupsi tentu saja menjadi kosakata yang tidak henti-hentinya diperbincangkan. Dan menjadi semakin menarik ketika kasus korupsi tiba-tiba mencuat ditengah perhelatan momentum pemilihan umum (general election). Tidak sedikit pihak yang kemudian mencium aroma politis didalamnya. Nalar seketika runtuh dan secara tidak bijak justru menuding adanya proses pemberantasan korupsi yang penuh drama dan sandiwara.
Drama Politik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi telah menetapkan Suryadharma Ali sebagai tersangka. Menteri Agama aktif yang juga sekaligus ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. Penetapan status Suryadharma Ali sebagai tersangkan oleh KPK, bukanlah hal yang mengherankan bagi publik. Mengingat seminggu sebelumnya, ketua KPK, Abraham Samad, sudah terlebih dahulu menyampaikan jika dalam waktu dekat akan ada petinggi negeri yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana penyelenggaraan haji (Sumber : Tribunnews Jabar).
Penetapan status tersangka yang disematkan kepada Suryadharma Ali, tentu saja menjadi topik yang cukup menghebohkan ditengah masyarakat. Bukan hanya karena yang bersangkutan masih menyandang status menteri. Tetapi status tersangka ini bersamaan dengan hingar bingarnya pemilihan presiden dan wakil presiden. Terlebih lagi, Suryadharma Ali dalam kapasitas sebagai ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), merupakan salah satu gerbong pendukung Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden kali ini. Yang menarik adalah, justru reaksi yang diberikan oleh Prabowo terhadap kasus yang tengah menimpa Suryadharma Ali tersebut.
Dalam satu kesempatan, calon Presiden yang diusung oleh Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menungkapkan jika ia secara pribadi tidak percaya jika Suryadharma Ali bersalah (Sumber : Kompas). Sepintas, tidak ada yang salah dari pernyataan Prabowo tersebut. Namun pernyataan ini terkesan emosional dalam membela kolega politiknya. Persoalan korupsi bukan perkara kawan atau lawan. Pun bukan soal meningkatkan atau memperburuk citra. Kesan yang muncul kemudian adalah, kekhawatiran akan runtuhnya martabat politik dimata masyarakat akibat kasus korupsi ini. Ini bukan lakon sandiwara yang dapat diatur sesuai keinginan dan kemauan sutradara.
Perkara korupsi harus mampu kita dudukkan seobjektif mungkin tanpa berusaha menggali bias yang ditimbulkannya. Korupsi bukanlah masalah hukum yang harus dipolitisasi. KPK harus diberikan ruang seluas mungkin untuk bekerja dan bergerak dalam upaya pemberantasan korupsi. Maka dari itu, mereka yang beranggapan bahwa upaya KPK selama ini memiliki tendensi politis, tidak lebih dari lakon-lakon yang sedang memainkan drama politik. Drama politik yang justru akan menjadi ancaman terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Menguji Komitmen
Penetapan Suryadharma Ali sebagai tersangka, harus kita maknai sebagai ujian komitmen terhadap upaya pemberantasan korupsi. Jika dikaitkan dengan momentum pemilihan presiden, setidaknya ada 3 (tiga) pihak yang sedang berada dalam pusaran pertarungan komitmen ini. Pertama, ujian komitmen bagi Prabowo Subianto dalam kapasistas sebagai calon presiden. Termasuk gerbong politik yang berada disekelilingnya. Kasus yang minimpa Suryadharma Ali, yang notabene merupakan pendukung Prabowo Subianto, harus mampu kita lepaskan dari relasi kepentingan politik. Pandangan yang menyebutkan bahwa penetapan Suryadharma Ali sebagai tersangka korupsi berbau politis, harus kita buang jauh-jauh.
Justru dari kasus ini, seorang calon presiden sedang diuji komitmen dan keseriusannya dalam pemberantasan korupsi. Terlalu dini bagi Prabowo Subianto mengatakan Suryadharma Ali tidak bersalah. Prinsipnya, meskipun penetapan Suryadharma Ali sebagai tersangka, memberikan efek negatif terhadap pencalonan Prabowo, tetapi tidak harus meruntuhkan komitmen dalam upaya pemberatansan korupsi. Termasuk tidak dalam hal memberikan pernyataan-pernyataan yang terkesan membela mereka yang menjadi bagian dari kepentingan politiknya.
Kedua, ujian komitmen bagi Suryadharma Ali sendiri dalam kapasitas sebagai menteri aktif dalam kabinet Pemerintahan SBY-Boediono. Sikap Suryadharma Ali yang sebelumnya bersikukuh menolak mundur dari jabatan Menteri Agama , justru memberikan citra buruk, baik bagi dirinya maupun bagi Pemerintahan SBY sendiri. Meskipun pada akhirnya Suryadharma Ali meletakkan jabatan Menteri Agama, namun keputusan ini dianggap terlambat. Suryadharma Ali seharusnya belajar dari Andi Mallarangeng, yang memilih mundur dari jabatan Menteri Pemuda dan Olahraga, sesaat setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangkan oleh KPK. Sikap yang enggan mundur dan meletakkan jabatan yang diperlihatkan sebelumnya, akan berakibat semakin turunnya tingkat kepercayaan Rakyat terhadap para elit politik, termasuk terhadap Pemerintahan saat ini.
Ketiga, ujian komitmen bagi masyarakat Indonesia sendiri. Inilah momentum bagi masyarakat dalam mengukur kualitas pemimpin yang mereka pilih. Cukup sudah masyarakat disajikan tontonan dalam lakon drama politik, yang justru tidak mendidik dari para elit politik. Masyarakat harus mampu membangun dan mempertajam proses pembangunan kecerdasan berpolitiknya sendiri (political efficacy), tanpa harus diinterupsi oleh isu dan opini yang membingungkan. KPK telah bekerja dan berupaya secara maksimal hingga detik ini. Dan masyarakat semestinya mengarahkan sokongan sebesar-besarnya kepada KPK tanpa perlu terlibat dalam polemik dari drama politik tersebut. Sebab politik yang sesungguhnya berasal dari kekuatan Rakyat dalam meneguhkan sikap dan komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi.
Leave a Reply