X

Dua Jiwa Demokrasi

Demokrasi Yang Sesungguhnya Adalah Perkawinan Antara Demokrasi Politik Dan Demokrasi Ekonomi.

Perdebatan mengenai pemelihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung atau melalui DPRD, untuk sementara telah dikunci setelah ditetapkannya UU Pilkada yang memutuskan Pilkada dikembalikan kepada DPRD. Pihak yang kekeuh agar Pilkada tetap dilakukan secara langsung melalui pememilihan umum (general election), menganggap bahwa Pilkada melalui DPRD adalah kemunduran demokrasi. Begitupun sebaliknya, pihak yang mengamini Pilkada melalui DPRD, berpandangan bahwa inilah wujud dari penjelmaan musyawarah dan mufakat berdasarkan amanah Pancasila khususnya sila keempat. Namun ada yang luput dari perdebatan kedua kubu tersebut. Wujud demokrasi dalam Pilkada hanya terbatas kepada konsep demokrasi politik. Tidak menjelaskan lebih jauh bahwa demokrasi politik harus berjalan linear dengan demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi politik.

Robert Dahl dalam bukunya yang berjudul, “A Preface to Economic Democracy” memberikan definisi sederhana mengenai demokrasi ekonomi. Dahl menyebutkan bahwa, demokrasi ekonomi merupakan struktur ekonomi alternatif yang akan membantu untuk memperkuat kesetaraan politik dan demokrasi dengan mengurangi kesenjangan yang berasal dari kepemilikan dan penguasaan perusahaan dalam sistem yang merajelala seperti saat ini, yakni kapitalisme korporasi (Sumber : Community Wealth).

Memang menjadi anomali, ketika keran demokrasi politik dibuka seluas-luasnya, tetapi Pemerintah justru cenderung memisahkah rakyat dari akses kontrol terhadap Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki. Kesenjangan ekonomi terjadi dengan jarak yang sangat tajam. Bahkan Negara melalui Pemerintah telah menggadai kekayaan alam kepada pihak asing, yang berarti pula telah memenjarakan kedaulatan demokrasi ekonomi rakyat Indonesia.

Demokrasi Politik

Demokrasi dalam “Encyclopedia Britania” secara harfiah diartikan sebagai pemerintahan rakyat. Istilah demokrasi sendiri merujuk kepada kata yunani kuno, yakni rakyat (demos) dan kekuasaan (kratos) (Sumber : Encyclopedia Britania). Demokrasi merupakan anti tesa dari sistem pemerintahan yang pernah ada sebelumnya, baik sistem monarki maupun sistem oligarki. Aristoteles sendiri membedakan tiga bentuk pemerintahan berdasarkan jumlah orang yang memerintah, yaitu monarki, oligarki dan demokrasi. Jika demokrasi adalah kekuasaan pada rakyat, maka monarki adalah kekuasaan pada satu orang, sedangkan oligarki adalah kekuasaan pada sedikit orang (Sumber : Lutfi Chakim).

Menurut Jimly Asshidiqie, berkembangnya wacana mengenai demokrasi dan kedaulatan rakyat dalam sejarah merupakan respons terhadap kegagalan paham yang dianut sebelumnya yang lebih menekankan kekuasaan tertinggi berada di tangan Raja (paham Kedaulatan Raja) (Sumber : Jimly.com). Kekuasaan ditangan raja ini yang disebut dengan sistem monarki. Tidak hanya sistem monarki, demokrasi juga mejadi jawaban bagi politik oligarki, dimana kekuasaan pemerintahan hanya ditentukan oleh sekelompok orang saja.

Dalam konstitusi yakni UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, jiwa dan prinsip demokrasi telah tertanam seutuhnya. Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar“. Artinya, ditangan rakyat-lah nasib dan masa depan Negara dan pemerintahan ditentukan. Kedaulatan rakyat adalah pintu masuk bagi tercapainya gagasan pemerintahan yang bersumber dari, oleh dan untuk rakyat. Inilah makna dari demokrasi politik yang sejati. Meski pada prakteknya, di Indonesia mengenal prinsip “demokrasi perwakilan” melalui lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, namun hal tersebut tidak serta merta menghilangkan esensi kedaulatan rakyat sesungguhnya. Namun terlepas dari adanya pendelegasian kewenangan dari rakyat yang berdaulat kepada para delegasi rakyat, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun judikatif itu, makna kedaulatan rakyat sebagai kekuasaan tertinggi menurut sistem demokrasi politik dan demokrasi ekonomi itu tidak dapat dikurangi dengan dalih kewenganan rakyat sudah diserahkan kepada para pejabat (Sumber : Jimly.com).

Demokrasi Ekonomi

Kata “demokrasi” kembali mencuat dan menjadi wacana umum seiring perdebatan mengenai Pilkada langsung vs Pilkada melalui DPRD. Kedua kubu yang saling bertolak belakang, sama-sama mengklaim dirinya demokratis. Hal tersebut dipicu oleh kacamata yang berbeda dalam memandang Pasal 18 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa, “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis”. Namun terlepas dari itu, mereka lupa bahwa wujud demokrasi sesungguhnya tidaklah sebatas jaminan hak politik Rakyat. Kedaulatan rakyat dan demokrasi tidak boleh dikerdilkan hanya sebatas dalam ruang politik. Namun lebih dari itu, demokrasi secara politik harus dikawinkan dengan demokrasi secara ekonomi. Inilah jiwa demokrasi sesungguhnya, dimana rakyat tanpa terkecuali diberikan akses yang sama terhadap keseluruhan alat politik Negara dan Pemerintahan. Dan disaat yang bersamaan, juga diberikan kedaulatan sepenuhnya terhadap sumber-sumber ekonomi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Gagasan demokrasi ekonomi tercantum eksplisit dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi di negara kita. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang mengandung gagasan demokrasi politik dan sekaligus demokrasi ekonomi. Artinya, dalam pemegang kekuasaan tertinggi di negara kita adalah rakyat, baik di bidang politik maupun ekonomi. Seluruh sumber daya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang berdaulat (Sumber : Jimly.com).

Inilah yang luput dalam perdebatan para elit politik terkait dengan Pilkada langsung atau melalui DPRD. Gagasan demokrasi hanya dikunci dalam aspek demokrasi politik, namun gagal mengurai konsep demokrasi ekonomi sebagai wujud kedaulatan rakyat sepenuhnya. Demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi, hanya akan mmeberikan keleluasaan bagi rakyat dilapangan kehidupan berpolitik (political democracy), namun pada sisi yang lain justru tetap melanggengkan oligarki ekonomi. Yakni penguasaan ekonomi hanya kepada segelintir orang saja. Rakyat harus ditempatkan kepada derajat kemerdekaan yang sesungguhnya, yakni kedaulatan pada lapangan politik dan ekonomi secara bersamaan. Inilah dua jiwa demokrasi Indonesia, demokrasi secara politik dan demokrasi secara ekonomi.

Tulisan ini sebelumnya dimuat di Koran Harian Tribun Kaltim, 8 Oktober 2014.

Categories: Ekonomi Politik
Tags: DemokrasiDemokrasi EkonomiDemokrasi PolitikEkonomiPolitik